Sabtu, 09 April 2011

kegunaan arsip bagi media

Manfaat Arsip Bagi Media
Friday, 18 May 2007 22:36Written by admin
Oleh Lukas Luwarso
INFORMASI merupakan oksigen yang membuat media massa hidup dan berkembang, tanpa informasi media tidak mungkin ada. Salah satu sumber informasi penting bagi media adalah arsip. Dalam konteks lebih luas, arsip merupakan memori kolektif dan jatidiri bangsa. Dari arsip, suatu bangsa dapat dilihat bagaimana sosok pejalana bangsa tersebut. Sebagai rekaman informasi, arsip merupakan kumpulan ingatan, data, dan dokumen, yang berguna untuk merefleksi dan mengidentifikasi peristiwa atau persoalan, agar informasi media menjadi relevan.

Sayangnya, bidang kearsipan belum didayagunakan oleh komunitas media dengan optimal. Fungsi kearsipan yang sangat penting masih sering diabaikan dan hanya dimanfaatkan jika media perlu menayangkan atau mewartakan peristiwa sejarah. Padahal dokumentasi atau materi yang disimpan dalam arsip juga sangat relevan untuk melengkapi berita dan informasi aktual.
Misalnya laporan berita tentang resufle kabinet akan semakin menarik jika dilengkapi dengan laporan pelengkap tentang resufle dari jaman ke jaman, sejak presiden Soekarno sampai Susilo bambang Yudhoyono. Dari sajian informasi tersebut dapat dikaji atau dianalisa konteks politik, kecenderungan gaya leadership di Indonesia dari masa ke masa.
Melalul informasi yang lengkap dan akurat, dengan menggunakan dokumentasi arsip, media bukan cuma memberikan informasi, melainkan juga menyampaikan wacana (discourses) dan wawasan (insight) kepada audiensnya. Dengan memanfaatkan kearsipan, media bukan hanya meningkatkan kualitas informasinya, namun juga memajukan pemahaman publik dan mengasah proses pematangan berpikir masyarakat.
Wartawan berpikir lebih kritis
Penggunaan arsip selain membantu wartawan dalam memahami konteks sejarah dari satu peristiwa aktual, juga meningkatkan sikap kritis wartawan. Melalui arsip, wartawan dapat berinteraksi dengan konteks peristiwa masa lalu untuk mengembangkan kemampuan analisis dan berpikir secara lebih komprehensif.
Wartawan selalu dapat mengaktualkan dan menginterpretasikan peristiwa masa lalu untuk menarik garis kontekstual dengan peristiwa masa kini. Sejarah selalu merupakan hasil interpretasi atau refleksi sudut pandang personal, yang seringkali bias kepentingan. Dan peristiwa sejarah, sebagai satu interpretasi atas peristiwa, selalu bersifat tentatif kebenarannya.
“Kebenaran” suatu peristiwa sejarah akan selalu dapat direvisi atau dilengkapi dengan ditemukannya atau munculnya informasi atau fakta baru. Dengan demikian, selain membangun cara berpikir kritis, kearsipan juga mengajak wartawan agar berani bersikap skeptis, selalu mempertanyakan kebenaran suatu peristiwa atau fakta. Lebih jauh lagi, sikap kritis dan skeptis menuntun wartawan atau pengelola media untuk berupaya selalu bersikap jujur dalam menjalankan profesinya.
Sikap kritis, skeptis, dan jujur adalah modal penting bagi wartawan untuk menjalankan fungsinya sebapi the fourth eastate, pilar keempat demokrasi. Hal ini sangat penting untuk konteks Indonesia, ketika pilar pilar demokrasi lainnya (eksekutif, yudikatif, dan legislatif) belum mampu berfungsi dengan optimal. Wartawan musti mampu melakukan interpretasi terhadap satu fakta atau peristiwa, kemudian mampu menganalisis dan mengevaluasi, sebelum informasi tersebut disebarkan kepada publik sebagai informasi yang lengkap, akurat dan berkualitas.
Dengan membiasakan memanfaatkan arsip sebagai sumber informasi utama – bukan hanya sekadar pelengkap – wartawan dapat berinteraksi dengan peristiwa yang diliputnya. Hal ini penting mengingat interpretasi terhadap satu peristiwa selalu terkait dengan adanya paradigma dan prasangka. Adalah tugas wartawan untuk meluruskan paradigma atau menyeimbangkan prasangka yang berkembang dalam masyarakat.
Persoalan dan hambatan
Persoalan mendasar yang dihadapi media dalam kaitan dengan kearsipan adalah pertama, tradisi pendayagunaan kearsipan di kalangan wartawan masih rendah; dan kedua, kondisi sistem kearsipan di Indonesia pada umumnya juga masih belum bagus. Bidang kearsipan hanya dipandang sebagai pelayan informasi, bukan sumber informasi utama.
Intensif dan penghargaan dalam dunia kearsipan yang masih rendah ini menyebabkan upaya pembangunan sistem kearsipan dan pendokumentasian, seringkali belum menjadi prioritas di kalangan media, dan bahkan di Indonesia (Mungkin menarik untuk mengetahui, misalnya, data seberapa banyak wartawan Indonesia yang pernah berkunjung ke gedung arsip, untuk melihat indikator sejauhmana arsip digunakan oleh wartawan).
Jadi persoalan pertama menyangkut kearsipan adalan soal citra (image): bahwa gedung arsip identik dengan bangunan kusam, dengan tumpukan dokumen yang berdebu dan tak terawat. Padahal seperti pernah dikemukakan oleh seorang pakar, bahwa “dunia tanpa arsip adalah dunia tanpa memori, tanpa kepastian huikum, tanpa sejarah, tanpa kebudayaan dan tanpa ilmu pengetahuan, serta tanpa identitas kolektif.”
Di era informasi yang semakin kompleks ini, informasi bagaikan air bah, yang jika tidak dibendung dan diarahkan, bisa membuat masyarakat tenggelam dalam arus informasi. Masyarakat, khususnya wartawan, tidak mungkin mengandalkan ingatan untuk merujuk pada satu persitiwa atau pandangan tertentu. Tanpa adanya pengelolaan informasi melalui kearsipan, yang ada hanyalah kekacauan informasi.
Perkembangan teknologi informasi membawa kabar baik bagi pengelolan informasi dan dunia kearsipan. Melalui internet, jarak ruang dan waktu yang menjadi kendala bagi wartawan untuk mengakses informasi, dokumen, dan data yang tersimpan dalam arsip kini bisa dihilangkan. Saatnya telah tiba bagi media dan arsip menjadi satu tim tangguh untuk membangun dunia informasi yang lebih berkualitas dan berguna bagi upaya membangun masyarakat Indonesia.***
(Penulis adalah Sekretaris Eksekutif Dewan Pers)
http://www.madina-sk.com/index.php?option=com_content&task=view&id=249

2 komentar: